Kamis, 28 Maret 2013

Terlalu Cinta


Jangan dekat atau jangan datang kepadaku lagi!
Aku semakin tersiksa karena tak memilikmu
Aku bingung. Bingung dengan polah tingkahmu yang nggak jelas itu. Kamu itu seperti nggak punya pendirian yang tetap. Kemarin ngomong A, sekarang B, masak iya besok mau C? Itu nggak lucu. Begitu juga dengan sikapmu. Kamu udah jarang bahkan hampir nggak pernah lagi ngomong sayang ke aku. tapi sikapmu itu beda. Apa yang kamu tunjukkan ke aku seperti menandakan kalau kamu masih mau aku ada di deket kamu. itu menunjukkan kalau kamu masih care sama aku. Tapi kan harusnya kalau kamu udah nggak sayang ya nggak usah peduli aku dong ya. And that’s make me confuse. Apa aku harus nanggepi kamu? enggak! Kamu udah bilang kalau kamu enggak sayang. Tapi.. ah. Keadaan ini menyiksa. If u don’t feel something to me, it’s better if you go away.

Ku coba jalani hari dengan pengganti dirimu
Sebenernya nggak cuma kamu yang ngasih perhatian sama aku. yang lainnya? Ada beberapa. Aku pikir, kenapa aku harus terus berharap sedangkan kamu nggak jelas begitu? Kenapa aku nggak coba ngerespond mereka? Yah tentu saja dengan batas-batasku sebagai teman. And try to do that!

Tapi hatiku selalu berpihak lagi padamu
Aku mencoba buat terus membuka hati aku buat mereka. Hasilnya? Ya begitu aja. Aku nggak bisa dapet feel yang lebih dari biasa. Nggak ada yang bisa membuat aku bener-bener nyaman. Finally, bayangan kamu muncul lagi dan lagi. Ada aja yang membuat aku selalu berpikir bahwa kamu lebih. Berpikir bahwa kamu memang yang aku mau.

Mengapa semua ini terjadi kepaku?
Aku nggak tahu harus gimana sekarang. Mencoba untuk membuka hati lebih lebar lagi? Itu udah cukup aku rasa. Kembali berharap sama kamu? tapi aku nggak tahu mau kamu apa. Lagian kayaknya sakit kalau kita terus-terusan berharap sama sesuatu yang nggak pasti. Apalagi yang nyaris pasti mengatakan kalau kita nggak boleh berharap. Lagi-lagi aku bingung.

Tuhan maafkan diri ini yang tak pernah bisa menjauh dari angan tentangnya
Namun apalah daya ini bila ternyata sesungguhnya aku terlalu cinta dia
Tuhan, apa memang benar ini semua adalah petunjukmu yang mengatakan kalau dia nggak baik buat aku? kalau aku harus ngelupain dia? Tapi aku belum bisa. Bukannya aku nggak mencoba. Karena aku yakin, usahaku nggak pernah luput dari pandanganMu. Maaf, aku belum bisa ngelupain dia L. Aku nggak cukup fleksibel buat ngelupain seseorang yang aku sayang begitu aja ya Tuhan. Selalu dia yang ada dalam lamunanku. Selalu dia yang datang. Aku udah terlanjur mencintainya. Aku juga nggak mau memaksa diriku sendiri terlalu jauh. Aku akan membiarkkan ini semua berjalan seperti yang Kau mau. Namun jika Engkau nggak menghendaki aku buat sama dia, bantu aku ya Tuhan?
~Ameliora~
27-03-2012
Sumber : lirik lagu Terlalu Cinta by Rossa

Diantara Kalian


Ku akui ku sangat sangat menginginkamu..
Aku, suka sama kamu? Bukan baru-baru ini. Ini tu udah cukup lama aku rasain. Rasa ini sering muncul di kala kamu ada buat aku, care, sms siang malem, anything u have done. Entah karena kamunya yang emang gampang deket sama cewek atau karena itu tulus dari hati kamu buat care sama aku, aku nyaman aja sama perlakuan kamu. Nggak pernah bosen buat dapet perhatian dari kamu. And i want to get it more than ever.

Tapi kini kusadar ku diantara kalian
Di sini aku nggak buta. Masih ada dia. Dia yang sayang sama kamu. Sebagai cewek, aku tau dia mati-matian memprotect kamu. Tau kan? Gimana dia pernah “jahat” sama aku? Itu tu bukti kalau dia nggak mau kamu sedikitpun berpaling dari pandangannya ke orang lain. Dan aku tahu, kamu masih memendam segenggam cinta buat dia. Tapi kenapa perlakuan kamu ke aku juga nggak biasa? Hal itu pun yang membuktikan kalau kamu menganggap aku nggak cuma sekedar  teman. Terlebih kamu berulang kali melisankan dengan jelasnya kalau kamu sayang sama aku.

Ku akui ku sangat sangat mengharapkanmu
Dari cara kamau memperlakukan aku, i like it! You know, i like everyhting that you do whatever it is. Perhatian itu yang ngasih kamu, sumbernya kamu. Jadi, aku juga mau kamu J. Walaupun ini udah cukup, yang namanya manusia pasti ingin yang lebih dan lebih lagi. Dan aku pengen yang lebih juga dari ini.

Tapi kini ku sadar ku tak akan bisa
Namun saat aku diterbangkan oleh semua anganku, diindahkan oleh seluruh asaku, kamu menghancurkannya nyaris nggak tersisa. Bahkan untuk sekedar mengenang harapan yang pernah tersirat, aku nggak berani. Kamu membalikkan aneka fakta yang udah kamu lisankan termasuk sebuah kalimat yang sering kamu katakan : aku sayang kamu. Kemana itu semua? Untuk apa selama ini kamu repot-repot mengatakan itu sama aku? Sampai aku udah nggak tau berapa kali kamu ngomong itu sama aku.

Aku tak mengerti ini semua harus terjadi
Aku yang selama ini tulus sayang sama kamu, yang udah percaya sama kamu, yang juga coba ngebales semua care yang udah kamu kasih sekarang baru sadar kalo apa yang semua kamu nyatakan itu nggak bener-bener dari hatimu. Terus dari mana? Dari ide jahatmu yang cuma mau nyakitin aku? Ngehancurin aku? Atau memang itu cita-cita kamu dari dulu? Aku nggak tau. Sekarang kalau aku tanya apa salah aku sampai kamu nyakiti aku, apa kamu bisa jawab? Seberapa sih dosaku ke kamu sampai kamu tega? Andai kamu lihat kaya gimana sakitnya aku waktu kamu ngomong kalau kamu masih cinta sama dia. Itu cukup ampuh buat membius aku dalam beberapa menit setelahnya karena aku udah saking nggak taunya mau komentar apa.

Lupakan aku kembali padanya
Aku bukan siapa-siapa untukmu
Kalau emang kamu masih sayang sama dia, dan nggak mungkin kamu menyapu buat membersihkan itu semua, gih hampiri dia. Jemput dia lagi. Tuh dia masih tersenyum mengharap kamu. Bukan aku munafik, tapi aku cuma nggak mau memaksa sesuatu yang emang udah nggak bisa. Toh buat apa aku mengharap kamu kalau kamu nggak bener-bener mengharap keberadaan aku buat menemani kamu? Aku juga bukan cewek yang berhak untuk menuntut kamu saat ini.

Ku cintaimu tak berarti bahwa ku harus memilikimu selamanya
Aku memang sayang sama kamu. Tapi mungkin nggak akan terlalu sulit untuk melengkah mundur langkah demi langkah. Karena tanpa terasa, bayangmu pasti hilang tertutup jauh. Tenang, aku cuma lewat di depan kalian. Aku tahu aku nggak sopan. Tapi entah kenapa aku memilih simpang yang salah. Sekali lagi, aku cuma lewat kok. Doakan nggak ada yang ketinggalan ya? Jadi aku nggak perlu berbalik arah dan terpaksa melewati jalan kalian lagi. Thanks for anything that you gave to me. I’ll go. J
~Ameliora~
26-03-2013
Sumber : lirik lagu Diantara Kalian by D’Massiv

Selasa, 26 Maret 2013

PLAN, PENDING~CANCEL. AGAIN!


“Hooooaaam, jam berapa sih ini? eh baru jam setengah tujuh ternyata.” Gue ngambil hp di atas bantal tidur sekaligus ngecek dengan mata yang cenderung pengen merem ini apa ada sms tadi malem yang gue nggak bales gara-gara ketiduran. Biasa kan, namanya aja ketiduran. Kan nggak tau. Hehe. Habis, gue meleknya sampe malem juga sih, jam satu dini hari aja gue belum tidur. hebat nggak sih? Haha. Demi nonton film gratisan di salah satu chanel tv, ya kenapa enggak dimanfaatin. Toh gue nggak perlu sibuk download film yang gue taksir itu. Kan lama kalo harus buka youtube, dan ngedownlaoad film. Belum lagi kalo lola. Uhh, paling sebel gue nunggunya. Enak sih, udah ada subtitle nya. Nggak perlu pusing pusing mikir double buat menganalisis jalan cerita dan mikir itu aktris aktor pada ngomong apa. Soalnya, kadang-kadang suka nggak ada subtitlenya kalau gue download di youtube. Tapi rugi juga sih sebenernya nonton film gratisan. Kan udah di sensor! Haha. Nggak usah kaget gitu ah, namanya juga ABG labil. Hihih
            “tapi, pagi-pagi gini kalo gue bangun juga buat apa sih ya? Orang tua lagi pergi. Adik gue kan udah pinter main keluar rumah. Jadi, cuss dah lanjutin mimpi yang tertunda.” Gue ngomong sendiri dengan nada yang sangat lirih sambil garuk-garuk kepala. Nggak gatel kok. pengen aja J.Dengan sigap, gue tarik lagi tuh selimut yang tadinya udah turun sampai setengah badan jadi penuh nutup seluruh badan gue.
“untung jendela belum ada yang berani ngebukain. Nggak kebayang nih kaya apa dinginnya kalo pagi-pagi udah banyak angin yang berebutan masuk ke kamar buat ngejailin gue biar gue nggak bisa tidur sampai siang.” Uniknya gue, dalam keadaan ngantuk kaya ginipun masih bisa ngedumel dalam hati. Hmmm.
~ameliora~
            “nin, bangun lo! Nggak tau apa ini udah siang? Mandi tuh! Nggak Cuma tidur aja yang lo pikirin.” “apaan sih lo kak? Bisa diem nggak. Ngganggu kesenengan itu dosa, tau!” Tapi emang dasar ya, baru gue bilangin kaya gitu aja kakak gue udah langsung sampai ke kamar dan narik-narik selimut gue.
 “eh sialan lo!” gue jengkel karena kak nanda ngotot ngebangunin gue.
“biarin, weeee. Makanya, jadi cewek jangan males-males banget. Mana ada coba cowok yang mau ngedeketin elo.” Errghh. Dasar kak nanda. Nggak bisa apa ngelihat orang seneng dikit. Kerjaannya ganggu mulu. Coba aja besok. gue bakal balas dendam.
“iya, gue bangun. Puas lo?” yaudah deh, akhirnya dengan sangat terpaksa, gue bangun. Udah ilang kan rasa ngantuk gue di ganggu dia. Udah gitu, dia main ngilang aja kaya nggak punya dosa.
Nggak tau kenapa, gue pengen aja ngebantah perintahnya kak nanda. Di suruh mandi, menurut gue sama aja kaya disuruh nonton tv. Haha. “acara apaan sih nih nggak ada yang bagus.” Remote yang gue ambil terus aja gue pencet-pencet tombol nomornya. Siapa tahu ada yang bagus. Males aja kan, pagi pagi  udah disuguhi sinetron.
“ini boleh juga di tonton. Lumayan lah dari pada sinetron.” Sekedar info aja nih ya. Meski gue udah SMA kelas satu dengan umur gue yang hampir 16 ini, gue nggak pernah bosen tuh kalo disuruh nonton spongebob. Bayangin aja, dari kecil sampe sekarang tontonannya itu mulu. Bahkan dari libur atau sekolahpun gue juga nontonnya itu. Tapi, jangan salah. Muka gue nggak kaya spongebob kok. Hehe. Di balik itu, nggak tau kenapa, gue paling benci sama yang namanya sinetron. Yah, lebay aja kalau menurut gue. Pertama ngebosenin. Kedua, cuma muter-muter aja deh kayaknya semua sinetron. Ketiga, pasti pemeran utamanya make jasa aktris atau aktor yang lagi naik daun. Emang sinetron disini nyari isi cerita apa pemainnya sih?. Keempat, pasti bagusnya cuma diawal episode doang. Dan kelima alias yang terakhir dan yang paling penting. Kenapa sih semua sinetron mayoritas bisa ditebak dari awal ceritanya?nggak surprise banget kan? Apalagi nih, gue bocorin ya. Gue paling suka kalo di kasih surprise. Tapi yaudah lah ya, ngapain gue jadi curhat. Duh duuhh.
~ameliora~
Byuuurr. Byurrr. “tiba –tiba, cinta datang kepadaku.. disaat ku mulai mencari cinta. Tiba-tiba cinta datang kepadaku.. ku harap dia rasakan yang sama.” Nyanyi adalah salah satu kebiasaan gue di kamar mandi. Makin dingin bukannya makin tambah cepet-cepet mandinya tapi malah tambah lama gara-gara nyanyi. Haha. Cukup lama gue mandi, akhirnya gue sampe kamar dengan lari maraton biar nggak tambah dingin. Brrrr.
Nggak cukup sekali pagi ini gue ngaca. Gue seneng banget. Bukan karena baju baru. Apalagi peralatan make up baru. Gue kan paling males kalau disuruh dandan. Tapi, pagi ini gue bakalan ketemu sama cowok gue. Walaupun udah biasa gue ketemu, tapi pagi ini beda. Soalnya, dari tadi malem gue udah berdoa sama Tuhan biar di kasih semangat buat ketemuan sama dia. Gue nggak berharap apa-apa kok. Gue cuma berharap hari ini Tuhan menghapus sederet ganjelan yang bakal mengganggu acara gue sama dia. Tuhan emang baik. Dia udah ngabulin apa mau gue. Ortu pergi. Adik gue main. Kakak gue pergi makan sama temen-temennya. Kurang apa coba? Wajar aja kan kalau gue tambah semangat?
Mungkin kalian bakal nganggep gue lebay. Tapi tunggu dulu. Harapan gue sama Tuhan bukan ada maksud buat cari-cari kesempatan kok. Walaupun  pasti ada kesempatan. Hehe. Eiits, please ya, nggak usah mikir yang aneh-aneh. Gue punya alasan buat semua itu kok.
~ameliora~
“aku tak pernah takut-takut untuk bilang no, no, no, no, no. Aku masih anak sekolah belum tepat belum tepat waktunya. Kalau sekedar hanya berteman, aku katakan yes, yes, yes, yes. Nanti-nanti dulu. Wo ow ow. Nanti-nanti dulu wo o o o ooo.” Drrrttt.drrrrt. Baru sebait gue nyanyi—yang lagu itu nggak nyambung tapi tiba-tiba muncul karena lagi jadi trending topik di kelas gue— hp gue getar. Pasti lah ini ada sms.
From : Vino
To      : Nindy
sayang, maaf disini hujan. L
Dengan refleks gue baca sms dia.
“huaaaaah, kalah lagi nih./ iya kamu sa. Kan harusnya agak munduran dikit./ Ya jangan salahin aku dong va, emang kamu bisa mainnya?” adik gue sama temennya sahut-sahutan bikin rame kamar gue gara-gara cuma ngegame angry bird. Dan saking asyiknya mereka, gue bersyukur. Karena dengan itu gue yakin kalau mereka pasti nggak sadar akan perubahan di wajah gue yang sebelumnya ikut asik ngegame bareng mereka dan sesaat berubah masam.
“ayo dong sa,  masak dari tadi kalah mulu sih kamu./ Susah tau. Nggak usah komentar dulu deh va kamu. Bikin tambah pusing. /iya, emang susah va. Dari tadi aja kak nindi juga nggak bisa- bisa kan? Tunggu aja. Apa kamu pengen nyoba juga va?” gue mencoba untuk gabung lagi dan asik ngegame bareng mereka. Gue sengaja nggak ngebales sms dari vino dengan alasan bahwa gue udah nebak aja pasti dia nggak bakal jadi dateng ke rumah gue buat ketemuan. Baca sms dia yang kaya gitu aja udah jadi sinyal yang nyiptain feeling  buruk yang bakal terjadi hari ini.
Tapi gue nggak bisa ngebohongi gue sendiri. Walaupun gue berniat kaya apapun untuk asik ngegame lagi, pikiran gue nggak pernah jauh dari dia. Lebih tepatnya dari sms dia yang bikin gue sedikit menutup harapan gue. “yes, yes, yesss! Akhirnya menang juga kan va? Kamu sih ngga sabaran./ haha. Iya,iya. Maaf deh sa./ Toss dulu dong kalau gitu.” Ceplaaak. Mereka bersemangat banget tossnya. Kaya dapet apa aja ah. Tapi, ya itulah sensasi ngegame. Cuma bisa dirasain sama orang yang bersangkutan. Jadi, jangan heran kalau ada orang ngegam terus histeris gitu.
Sebentar gue berpaling buat ngelupain agenda gue hari ini bareng vino, sms itu mengiang lagi di pikiran gue. Tapi gue tetep belum mau baca sms itu. Kayaknya bakalan sakit deh kalo dilanjutin smsannya. Secara, dengan smsan itu, gue bakal masih terus-terusan berharap sama hal yang nggak bakal terjadi dan kemungkinan akan hal itu sudah hampir penuh persentasinya. Karena gue nggak bisa ngapa-ngapain sekarang, gue putusin buat ngetik kekecewaan gue di hp, dan gue save. Mungkin itu cara terbaik biar gue sedikit lega walaupun sambil nahan ngilu di dada gue. Hufftt.
“nah kan. Kamu main sekali aja kalah terus va. Mana mousenya biar aku yang hajar.” Adik gue berlaga layaknya dia memang satu-satunya yang bisa ngegame di kamar itu. Gue cuma ngelihatin mereka aja. Ternyata dugaan gue sebelumnya salah. Gue tetep nggak bisa jauh dari bayang smsnya vino.
Yasudahlah, kali ini gue nyerah. Gue bales smsnya dia dengan
From : Nindy
To      : Vino
yaudah.
Send, sebenernya gue ngebales supaya dia lega aja sih. Setelag gue menekan tombol send, gue kembali ke aktivitas semula.
Drrrtt
Hape gue kembali bergetar, dan gue bergegas untuk membuka message itu.
From : Vino
To      : Nindy
di situ hujan sayang?
            Sebenernya gue males banget buat ngebaca ini sms, udah engga ada pengennya sama sekali. Tapi, ya sekali lagi. Ini gue lakuin dengan setengah hati supaya dia lega aja.
From : Nindy
To      : Vino
gerimis.
Send, gue stay bales singkat
Drrrt
Ponsel gue kembali bergetar yang menandakan ada message yang masuk. Gue udah nebak kalau message itu dari si Vino, dengan males yang tingkat tinggi gue buka message itu.
From : Vino
To      : Nindy
kok balesnya nggak ikhlas banget sih?
Kok dia yang protes sih? Bukannya harusnya gue? Curang! Dia yang terbelit-belit mau dateng aja gue engga protes, udah gue tahan ini. Eh, si dia. Enak banget protesnya. Dengan bete tingkat tinggi gue ngebales sms nya lagi.
From : Nindy
To      : Vino
gerimis sayang.
 Send, gue melempar ponsel gue setelah menekan tombol itu. Sampek detik ini gue coba sabar aja dulu ya. Gue coba!
Beberapa menit kemudian hape gue kembali bergetar.
From : Vino
To      : Nindy
ah nggak asik kamu. Kaya nggak ikhlas.
Aduh, dia sih nggak tau rasanya hati gue kayak apa. Coba kalau dia ngrasain juga. Uhh. Tapi gue tetep sabar, meski masih ngilu. Dan gue kembali deengan terpaksa ngebales smsnya dia, terpaksa!
From : Nindy
To      : Vino
di situ deres ya?
Send, sekarang giliran deh gue yang tanya. Gue yang munafik ini tetep stay munafik ngebaik-baikin dia.
1 new message tertera gamblang di layar hape gue.
From : Vino
To      : Nindy
kamu kenapa sih? Jangan gitu dong.
Loh? Gimana sih. Bukannya jawab malah bales kaya gitu. Hadeeeh. –__-‘’ maunya apa coba? Dengan males yang masih nemplok di diri gue, gue kembali ngebales messagenya.
From : Nindy
To      : Vino
yaudah lah ya. Terus sekarang gimana lagi coba?
Send, gue coba untuk cuek, meski masih berharap dia tetep dateng. Berharap banget!
Engga lama, ponsel gue bergetar untuk yang kesekian kalinya.
From : Vino
To      : Nindy
ya maaf.
Hah? maaf? Hmm gue diem aja habis itu. Gue nggak pengen aja nerusin sms gue sama dia. Nggak mau lebih ngilu.
Tapi belum lama dari itu, dia sms lagi.
From : Vino
To      : Nindy
Eh sayang. Ternyata udah reda nih.
 Dan gue tetep nggak bales. Alasan gue tetep sama kok. nggak mau tambah ngilu gara-gara udah tau kalau dia nggak bakal dateng.
Drrrrt.drrrttt. baru juga beberapa menit, hp gue getar.
From : Vino
To      : Nindy
sayang?
Aduh, panggilan itu yang mengurungkan niat gue buat nggak bales.
From : Nindy
To      : Vino
apa?
Send, meski gue balesnya agak judes, intinya gue tetep bales kan?
From : Vino
To      : Nindy
yaudah kalau gitu, aku kira kamu tidur
Cuma gitu aja balesnya? Gila! Gue kira dia mau ngomong kalo di ajadi dateng. Arrggh.
From : Nindy
To      : Vino
aku enggak tidur.
Send, hening. Setelah beberapa menit dan beberapa kali gue lirik hp gue, tetep aja belum ada sms masuk. Buktinya hp gue masih tenang aja tuh. Belum bergetar sama sekali. Bahkan sekarang gue punya hobi baru selain nyanyi. Hari ini gue nafsu banget nengokin jam dinding. Bahkan lebih nafsu dari pada ngambil sepiring nasi buat mengganjal perut gue yang udah keroncongan dari tadi.
“sedetik menunggumu di sini seperti seharian.
Berkali kulihat jam ditangan demi membunuh waktu.
Sekali ini ku mohon padamu, ada yang ingin ku sampaikan, sempatkanlah.
Hampa besar dan amarah seluruhnya ada di benakku.
Andai seketika hati yang tak terbalas, oleh cintamu.
Ku ingin marah, melampiaskan. Tapi ku hanyalah sendiri disini.
Ingin ku tunjukkan pada siapa saja yang ada bahwa hatiku kecewa.”
 Refleks aja gue nyanyi lagu yang di pernah di populerkan oleh BCL itu. Mewakilkan banget. Ya Tuhan, padahal harapan yang udah gue kubur tadi sempet muncul lagi waktu dia bilang hujan udah reda. Ngilu gue udah sedikit berkurang tau dia bakal dateng. Tapi apa? Itu bukan  tanda  kalau dia bakal dateng. Tau nggak, itu bener-bener kaya harapan tapi harapan yang bikin sakit. Ada nggak sih harapan yang bikin sakit? :-\
“udah sana. Pada keluar. Laptopnya mau kakak pakai.” Dengan kompak mereka berdua langsung keluar. Kaya udah sadar diri bahwa mereka memang harus ngasih waktu kakaknya buat sendiri dulu. Memang kelihatannya lebay. Tapi ini bener-bener sakit. Gue ngrasain ngilu itu tambah hebat. Dari tadi malem gue berdoa sama Tuhan dengan segala permintaan gue tadi. Akhir-akhir ini gue semakin kehilangan feel dari dia. Rasanya semakin pudar aja layaknya baju yang sering dijemur di bawah terik matahari setiap harinya. Warnanya semakin nggak jelas. Semakin hilang.
Dari itu gue berharap banyak, supaya hari ini, gue bisa ngrasain feel itu lagi dari kedeketan kami. Bisa memupuk biar ini semua nggak menghilang liar dan bisa gue kontrol. Biar bisa dapet feelnya kaya dulu pertama gue ngrasain itu. Biar mawar merah di hati gue nggak layu karena gue masih mau dia. Masih pengen bertahan buat dia. Karena sayang.
Tapi kaya apa sih rasanya ketika elo udah berharap banyak tapi harapan itu dihapus gitu aja? Bisa bayangin nggak, ketika elo punya planning buat tamasya, udah nyiapin baju, masak banyak makanan, uang, alas, ngundang seluruh keluarga besar elo buat ikut tamasya, sewa mobil, tapi tiba-tiba waktu udah sampe tempat tujuan malah tempat tempat tujuan itu tutup tanpa alasan. Kecewanya kaya apa sih? Ya sama kaya gue. Di sini gue lagi berjuang biar gue tambah sayang sama dia. Minimal tetep sayang dan jauh dari kata males atau bosen. Tapi, first step gue gagal. Gue harap berikutnya nggak akan gagal. Karena mungkin itu yang buat gue putus asa buat tetep bertahan.
Beruntungnya, di kamar gue ada tempat sampah. Jadi gue nggak perlu memaksa badan gue yang udah nggak mood buat jalan ke dapur cuma buat membuang tissue yang udah basah dan menggunung. Satu lagi. Gue juga harus berbalik dari posisi berbaring gue semula karena sebagian bantal gue basah.
Tidak selamanya yang kita indahkan diindahkan pula.
Kadang, dianggap sepele.
Tidak berarti.
Tapi, cobalah telusuri setiap rasa yang ada.
Tidak selamanya indah, bukan?
Kita tahu, tapi tidak benar-benar tahu.
Hanya melegalkan opini sendiri tak berarti legal.
Hanya anggapan, jangan memutuskan.
Cobalah, sentuh hati gelisah itu.
Jangan karma menjemputmu baru tahu tulusnya itu.
Jangan biarkan hilang memudar.
Jemput, sentuh hati.
~ameliora~
17-02-2013

SALAHKAH??


Seketika, gue sama temen gue si santi langsung pegangan tangan. Nggak tau kenapa kali ini kita bener-bener kompak. Selain tangan gue yang dingin, gue juga ngerasain tangan santi yang sedikit keringetan. Kami berdua bertatapan. Bola mata kami pun ototmatis membesar oleh refleksnya mulut kami yang sedikit menganga. Tak perlu lama-lama kami bertatapan, kami langsung berpaling dan pandangan mata kami masing-masing tertuju pada sesosok pria dewasa yang melewati kami. Bola mata kami sehati untuk tidak melewatkan pandangan padanya. Mengikuti setiap gerak-geriknya. Kami terpesona.
“haduuuh, itu siapa san? Cool banget.” Kata gue masih sambil pegangan tangan sama santi.
“ya gue juga nggak tau lah fit. Perasaan juga kita masuk disini barengan.”jawab santi sewot.
“yee. Nggak usah sewot gitu dong ah. Woles.” Kata gue balik sewot.
“hehe. Gila. Ternyata di sekolah ini masih tersisa yang ganteng juga.” Ekspresinya kali ini berubah girang.
Tak berapa lama, sesosok pria itu–yang ternyata adalah guru di sekolah kami—memperkenalkan dirinya.
“sugeng siang?” waw! Cowok se-cool itu ternyata guru bahasa Jawa. Ternyata feeling gue kali ini salah. Dia yang sebelumnya gue pikir chinese ternyata jawa tulen. Poin satu lagi selain dia emang bener-bener cool. Haha
“sugeng siang pak.” Seru kami kompak. Sebenarnya gue nggak ikhlas banget manggil dia pak. Masih muda gitu ih.
Bla bla bla. Dia menyebutkan sederet informasi mengenai dirinya dengan bahasa Indonesia.  Bukan nggak konsisten. Tapi, ini merupakan permintaan dari salah satu temen gue di kelas yang nggak bisa bahasa Jawa. Bukan soombong nih ya. Kan murid di sekolah gue nggak melulu dari daerah sekitar. Famous tau! :D
Aresta Fian Nugraha. that’s his name. keren kan? Dan pada akhirnya dia menyebutkan informasi yang penting yang gue tunggu sedari tadi. Telinga gue kali ini nggak mau kehilangan sedikitpun dari apa yang ia katakan meskipun sebelumnya juga begitu.
“Kalian perlu tahu tidak tanggal lahir saya?”tanya dia menawarkan.
“perlu pak. Perluuu.” Teriakan gue sama santi paling kenceng waktu itu. Dan itu sama sekali nggak mencerminkan seorang wanita jawa tulen yang terkenal akan lemah lembutnya. Gue nggak pikir panjang. Bodo amat. Kami Cuma pengen dia sedikit aja memandang kami berdua. Cari perhatian dikit nggak salah kan? Anggep aja biar jadi murid yang mudah di hafal. Nggak peduli hafal akan teriakan kencengnya. Haha
“oke. Saya lahir tanggal 11 Agustus 1988.” Hah?? serius nih? setelah feeling pertama tadi gue salah, kali ini bener. Buktinya, gue nggak salah nebak kalo dia emang masih muda. Muda menurut gue adalah ketika seorang cowok mempunyai selisih umur nggak lebih dari sepuluh tahun di atas gue. Haha. Emang agak maksa sih. Tapi gue dapet patokan itu dari pengalaman kakak sepupu gue. Kakak ipar gue selisih sepuluh tahun dari kakak sepupu gue. Lagian gue juga udah pernah baca, kalo enggak ya denger,—soalnya gue udah lupa dapet info dari mana atau kalau enggak ya malah ngarang—bahwa selisih ideal seorang pasangan itu saat seorang suami lebih tua sepuluh tahun dari sang isteri. Jadi, selisih sembilan tahun bukan masalah kan? Hehe. Haduh apaan juga sih gue. Makin ngaco deh. -_-‘’
“bentar-bentar. Tanggal berapa fiiiit, tanggal berapa?” entah karena si santi budek apa emang belum di bersihin telinganya, dia merengek minta gue ngulangin apa yang udah pak ares katakan. Jujur, itu mengganggu konsentrasi gue. Kan gue jadi nggak bisa full penuh merhatiin tuh guru terkece selama masa pengenalan sama siswa angkatan termuda di sekolah gue.
“fit, lo budek apa emang sengaja nggak ngerespond gue sih?” haloo? Yang budek siapa sih ya?
Dengan nahan sabar, gue jawab “11 agustus”. Sengaja sih gue jawab ketus. Salah siapa nggak ngedengerin.
“kenapa san? Ada yang aneh?”  jujur aja gue heran sekaligus penasaran sama apa yang ada di otak dia. Expresinya excited banget waktu denger gue ngulangin kapan tanggal lahirnya pak ares. Mukanya berseri banget gitu kaya anak kecil di iming-imingi ice cream. Oh iya. Pak ares. Itu panggilan sayang gue ke guru itu. Sayang? Hmm belum deh kayaknya. Cuma sekedar terpesona pada pandangan pertama aja. Kagum gitu. Hehe. Lagian gue juga belum tau kaya apa dia. Gue manggil dia dengan ares yaa nggak berharap apa-apa sih. Cuma pengen beda aja. Lagian semua anak juga udah manggil dia dengan sebutan pak Fian. Yang penting kan belum menyimpang dari nama aslinya. J
“beneran tanggal 11 agustus?” dia makin excited. Dan, kaya orang tolol yang lola banget mencerna apa yang udah berkali-kali dia denger.
“iya ah. Apaan sih lo?” kali ini gue udah kehilangan kesabaran. Lagi pula alay banget tau nggak dia tuh. Di ulang-ulang. Belaga nggak tau. Buat apa sih? Biar dapet feelnya? Nggak gitu juga kali. Kalau kayak gitu mah persis sinetron indonesia yang make jasa artis pemula. Di lebay-lebaykan dengan alasan biar dapet emosinya. Sebenernya bukan cuma itu sih. Faktor lain mengatakan bahwa actrees/actor tersebut masih terlalu nerveous karena di shoot dan bakal di lihat orang. Jadi, di pantes pantesin gitu. #belibet ya bahasa gue? Ya gitu itu lah. Pembaca yang budiman pasti ngerti deh. J
“tau nggak?”, dia berusaha membuat gue penasaran dengan kalimat tanyanya yang nggak jelas itu. Ya gue nggak tau apa-apa lah.
“tau apaan? Iya tau kalo dia emang cool. Puas lo?” gue udah bener-bener kehilangan kesabaran ngadepin nih satu anak.
“bukan itu fifiiit.” Dia girang banget kali ini. Segirang tadi pas denger gue nyebutin tanggal lahirnya pak Fian.
“Terus apa? Tinggal ngomong aja kenapa sih lo? tenang aja, gue nggak bakal kaget sama statement elo.” Intonasi gue sedikit meninggi waktu gue ngomong itu. Meskipun jengkel sama santi, tetep aja senyum gue masih menyungging. Mata gue juga nggak berpaling tuh dari cowok kece depan gue. Yaa nggak depan persis sih sebenernya. Soalnya gue duduk du barisan ke tiga. Dan itu menguntungkan gue karena kemungkinan dia bakalan ilfeel sama sikap gue itu dikit banget. Kan dia nggak tau ekspresi gue waktu ngelihatin dia. J
“hmm. Gu kasih tau nih yaa, kalo...” dia ngomong dengan alis mata yang ditinggikan.
“kalo apa?” gue makin nggak sabaran aja.
“bentar dong ya sabar”. Dia nggak berhenti ngebuat gue biar terus penasaran.
“ya cepetan dong. Lo rempong sih ah!” bukannya jadi ngasih tau info dari santi, kami malah adu mulut di gitu. Tapi nggak rame kok. Orang cuma bisik-bisik doang.
“tanggal lahir gue sama kaya pak Fian!!” dengan bangganya, ia menegakkan badannya, membusungkan dadanya, senyum lebar, berlagak ngerapihin baju sama dasi, seakan dia jadi the winner dari ajang cowok tampan nasional. Padahal kan si santi cewek ya? Bodo amat.
“eh nggak usah ngarang deh lo. Ngefans sih ya boleh-boleh aja. Tapi nggak usah se-fanatik itu lah.” Kali ini kepala gue nggak bisa diem buat tetep mantengin pak Fian. Malah sebaliknya. Dengan tanpa sadar, gue langsung natap santi nggak percaya. Aneh aja bisa sebegitu kebetulannya.  Tapi kalau di lihat dari mimiknya dia sih kayaknya emang nggak bohong.
“gue beneran fit. Nih kalo nggak percaya” dia nyodorin sebuah kartu ke gue. Rupanya itu kartu pelajar dia waktu smp.
“hahaha!” gue ketawa geli.
“apaan sih lo. Sakit tau!”dia agak membentak.
“yaelah, santai ah. Kesenggol tangan gue doang ngeluh lo.” Respond gue santai.
“kesenggol mata lo? Ini namanya penganiayaan. Keras juga. Lagian lo kayak orang gila tau nggak? ketawa sendiri ih. Tapi, sekarang lo udah percaya kan?” kembali ia mengingatkan gue tentang tanggal lahirnya yang sama itu.
“ha? Apa? Hahaha.” Gue nggak bisa nahan ketawa gue. Bukan karena tanggal lahir tapi karena hal lain lagi. Haduuuh, perut gue sampek sakit.
“lo kenapa sih eh?” tanya dia heran.
“gilak. Foto lo kaya kecebong rawa. Galau amat lo. Waktu pengambilan foto lo naksir sama tukang fotonya? Terus tau mau ditinggal soalnya dia tukang foto kelliling jadinya lo galau, gitu? Hahaha” gue masih belum bisa berhenti ketawa pasca ngelihat fotonya santi yang nggak banget. Kaya anak kecil yang takut sama orang gila waktu di ajak mamanya ke pasar terus ngumpet di belakang punggung mamanya itu. Kebayang kan?
“yeee. Nggak usah komentar dulu ah. Itu kan masa lalu. Coba lo liat gue sekarang.” Dia ngedip-ngedipin matanya sok cantik ala ngegoda murid cowok kelas sebelah. Ih, jijik gue ngelihatnya.
“ih, ih. Nggak usah gitu amat ah. Bukannya tambah cantik tapi lo bikin gue muak pengen mutah.”komentar gue jujur.
“ah alay lo. Udah ah, diem dan segera ungkapin apa pendapat lo setelah lo lihat tanggal lahir gue di kartu pelajar gue itu. Sukurin lo sakit perut. :-P” Dia ngejulurin lidahnya panjang-panjang buat ngeledek gue. Tau juga dia kalau gue megangin perut gara-gara nahan ketawa plus geli ngeliat fotonya.
“biarin wee.:-P” Gue juga ikutan ngejulurin lidah gue. “yang penting kan gue tau sisi lain di balik elo melalui foto itu. Hahaha. Tapi, gue akuin deh, iya lo nggak bohong. Iya, tanggal lahir kalian sama. Tapi itu nggak jadi patokan bahwa elo sehati juga sama dia. Enggak!!” tegas gue.
“perasaan lo nggak rela banget sih fit.” Protes santi.
“yaah, gimana ya. Muka lo itu nggak ada mirip-miripnya sama sekali sama dia.hihihi” gue cengengesan ngegodain dia.
“lah emang apa hubungannya?” muka dia berubah serius.
“kata orang tua, kalo elo berjodoh sama orang lain, muka kalian itu setipe. Lah elo? Mirip aja enggak. Jauuuuh banget. Anyer-panarukan.hahaha” gue terus aja ngeledekin dia  tanpa ampun.
“hahaha. Sialan lo. Udah ah, lo nyela gue terus dari tadi.”kata dia nyerah.
“iya deh iya. Lo tau kan bedanya bercanda sama serius?” gue mencoba ngalah.
“yaiyalah.” Jawab dia ketus.
“hahha bagus-bag..”
“eh eh, bentar deh fit. Itu notifikasi istirahat apa bukan sih?” belum selesai gue ngeluarin kalimat gue, dia udah nyela duluan.
“guuuss”gue masih juga nyempetin buat nerusin kalimat gue yang kepotong tadi.
“hhaha. Stress lo” dia ketawa.
“makanya kuping lo tuh dibersihin. Orang ada yang ngomong juga. Apa jangan jangan lo nggak tau itu speaker ngomong apa? Hahha. Heran deh, kenapa lo bisa masuk sekolah seelit ini yang notif istirahat aja lo nggak tau apa itu.”
“eh jangan ngarang lo. Gue cuma pengen memperjelas aja plus ngetes elo juga sejauh mana kemampuan berbahasa inggris elo.” Dia mengelak nggak punya malu. Udah ketahuan basah masih juga nggak ngaku. Namanya maling ya nggak ada yang ngaku lah ya. Meski barang bukkti pencurian masih tergeletak dengan sengaja di tangannya. Haduuuh.
“halah, ngeles aja lo. Udah ah, cuss ke kantin aja yuuk?” ajak gue damai.
“eh lo emang nggak malu sama kakak kelas? Nggak takut di sindir-sindir gitu? Biasanya kan macaaan. Hahah”dia meragukan mental gue.
“alaah, jadi anak tu yang cuek aja kenapa sih? Biarin aja lagi. Masih inget pelajaran kelas 3 tentang peribahasa nggak lo?”
“anjing menggonggong kafilah berlalu, maksud lo? Ah gila.”
“ya bener kan, mereka nggak ngebayarin biaya sekolah gue disini juga ngapain harus ditakuti? haha” sambar gue belagu.
“ya iya sih fit, lo bener juga.”
“yaudah yuk ah, cuss!” dengan buru-burunya gue tarik aja tuh tangannya si santi dan langsung menuju ke tempat perburuan untuk memangsa. Hahaha
~Ameliora~
Setelah minggu kemarin pelajaran bahasa jawa kosong...
“Assalamualaikum” dengan lantangnya pak ares menyapa dengan memberi salam untuk memulai pelajaran pada hari ini.
“Waalaikumsalam” jawab serempak anak-anak di kelas gue.
“nyuwun ngapunten nggih dinten selasa wingi kula mboten saget ngajar, mergane masuk angin. Sakniki mawon taksih rada mboten kepenak awake.” Dia menyampaikan permintaan maaf atas ketidakhadirannya pada minggu kemarin karena sakit seraya menyeka tiap bulir keringat di keningnya. Memang sih hari ini panas karena badan gue pun seluruhnya keringetan. Tapi gue yakin 99% kalau pak ares keluar keringat bukan karena panas tapi emang karena dia lagi nggak enak badan. Keliatan juga dari wajahnya yang pucat. Makanya deh, keringetnya ngucur terus. Atau jangan-jangan... karena nervous ketemu gue? Hahaha. #ignore it.
“duh duh san. Liat tuh dia. Tambah cool ya ternyata.” Gue nyolek lengannya santi buat ngasih tau dan biar dia nggak ngelewatin juga momen indah buat memandang pak Ares. Walaupun dia ngefans juga sama pak Ares, tapi kan gue temen yang baik. Jadi tetep gue kasih tau kan? Berbagi lah intinya. Tapi emang beneran, kalau pak Ares itu tambah cool aja kalau pas dia ngelepas kacamatanya. Fakta bahwa dia memang masih muda jadi real banget. Uuumm.
“Sini pak, gue usapin keringetnya. Ikhlas kok” tanpa mengalihkan pandangan gue ke pak Ares sedikitpun, gue ngomong sendiri. Pelan tapi mungkin si santi denger kali ya. Soalnya dia di sebelah gue persis.
“ih kegatelan lo fit. Iya, elonya ikhlas mau ngusapin keringetnya pak Ares. Lah dia? Emang mau diusapin sama elo? Sujud syukur deh kalo dia mau.” Walaupun dia kelihatan ngiri, tapi bersyukur karena dia udah sedikit nggak budek dan nggak lola lagi. Haha
“jangan salah lo, liat aja besok kalau gue udah dapetin dia. Jangan ngiri yaa.” Gue tetep aja kan nggak mau kalah saingan sama dia. Intinya nggak mau mundur kalau belum ada fakta jelas atas  bukti kepemilikan. Haha.
~Ameliora~
            “garapanne saget napa mboten?” beliau nanyain tugas kami yang udah satu jam lalu di suruh buat nranslate dari Basa Ngoko ke Basa Krama. Karena tugasnya di kerjain secara kelompok, jadi dia keliling dari kelompok satu ke kelompok lainnya buat ngebantu kalau ada kesulitan. Dan kelompok gue yang pertama kali disambanginya. Wuhu!
            “pak, ha nek kali njuk napa absa kramane?” belum sempat pak Ares membantu kelompok kami, ada anak lain yang udah tanya duluan. Dan itu pun dari kelompok lain di kelas kami. L
            “sinten sing ngertos Kramane kali?” dia bertanya balik ke seluruh anak-anak di kelas tanpa bergeser sedikitpun dari posisi semula yaitu tepat di serong kanan gue.
            “nggeh lepen to pak?” gue mengangkat tangan gue dan dengan lantangnnya gue menjawab pertanyaan dari anak kelompok sebelah sekaligus pertanyaan dari guru kece itu.
            “h nggeh bener.” Yes, dia membenarkan gue kan? Sekaligus otomatis nengok ke gue karena gue yang jawab.
            “fifit ndak seneng nulis napa ngarang barah nika?” dia tiba-tiba nanyain ke gue apa gue suka nulis atau enggak.
            “wah kok mboten pak. Dianta nika sing seneng nulis.” Yaah, kenapa nanyanya ke gue soal kreativitas gitu sih. Kan gue paling nggak suka tuh kalau soal kaya gitu. Dan, terpaksa gue jujur aja. Dari pada gue bohong cuma buat mempermanis gue tapi malah akhirnya gue kena batunya sendiri ya kan? Sialnya gue nggak sekelompok sama dian. Dan itu membuat beliau pindah ke kelompoknya dian buat mengkonfirmasi pernyataan gue tadi. Errghh -_-‘’
            “dianta seneng nggambar napa nulis ngoten nika?” suara dia samar-samar tertangkap oleh sepasang telinga gue.
            “nggeh lumayan hobi pak” gue sih nggak kaget denger jawaban sahabat gue itu. Soalnya dia juga udah pernah cerita kalau dia seneng nulis. Tapi kalau masalah menggambar, gue udah tau sejak dia sering gambar di note kesayangannya kalau lagi bete.
~Ameliora~
            “tadi di tanyain apa lo sama pak Ares?” belum lama pak ares keluar karena jam pelajaran emang udah selesai, gue langsung aja kan nyamperin si Dian buat menginterogasi dia. Hehe
            “yaelah, santai dong. Gue tadi cuma di suruh ngikut ekskul gitu kok.”
            “ekskul apaan?”
            “belum tau pasti juga gue. Soalnya kan baru di kasih tau gitu doang.”
            “ya tapi kan pasti udah tau gambarannya dong.”
            “ya intinya, sekolah kita tuh kan belum punya blog, terus kita nanti buat blog gitu yang bisa di isi bareng-bareng sama anggota yang lain.”
            “kumpulnya kapan emang?” meski gue nggak seneng sama hal yang berbau kreativitas, gue penasaran aja. Ya kalau cuma pengen tau aja nggak masalah gue rasa.
            “jumat. Mulai besok jumat itu kita udah bisa kumpul”. Kata dian.
            “lo udah di kasih tau kan mulainya jam berapa?” tanya gue makin penasaran.
            “belum kok fit.Emang kenapa? Lo mau ikutan juga?” tanya dia menawarkan.
            “yaelaah.” Kata gue kecewa “ Ya kayaknya sih kalau ada pak aresnya gue ngikut.hehe”lanjut gue.
            “ya paling juga besok kamis atau jumat gue di kabari sama pak Fian.” kata dia santai.
            “lah terus pak Ares nyamperin elo ke kelas kita cuma buat ngasih tau jam kapan di mulainya? Istimewa banget lo!” Gue ngiri lah kalau gitu caranya.
            “enggak lah, masak iya dia nyempetin ke kelas kita cuma buat nemuin gue. Entar lo histeris. Haha” dian ngeledek gue gara gara tau kalau gue ngefans sama pak Ares.
            “lah terus??” gue nyerocos aja menginterogasi dia. Makin penasaran. :D
            “kan tadi pak Fian minta nomer hp gue. Ya gue kasih laah. Haha :-P”
            “terus besok elo di sms gitu?” tanya gue setengah kaget.
            “ya iyalaah. Haha. Jangan ngiri yaa :-P” dia pamer dengan centilnya sambil ngejulurin lidahnya lagi di depan muka gue. Huft, pengen gue tarik tuh lidah.
            “eh eh? Yaelah. Yaaah. Kenapa elo nggak ngasih nomor hp gue aja sih?” gue protes sambil sedikit ngambeg.
            “eh jangan salahin gue dong. Kan pak Fian minta nomor hp gue, bukan elo. Haha”
            “tapi bisa aja kan elo tadi ngasih nomornya gue. lagian pak Ares juga bakalan percaya aja sama lo. Gue yakin dia nggak bakalan curiga.” Gue protes dengan tanpa bersalahnya.
            “husshh, udahlah gue capek denger ocehan elo. Mendingan besok jumat lo ngikut aja ke ekskul baru sekolah kita itu. Kan malah sekalian tuh bisa llihat wajahnya pak Fian.” Kata dia ngasih saran bijak ke gue. Yaiyalah bijak. Orang dia nggak suka sama pak Fian. -_-
            “good idea!” kata gue sambil mengacungkan jari telunjuk, mata melirik ke serong kanan atas kepala gue, senyum lebar dan cliiing! Muncullah bola lampu bersinar. :-D
            “udah, sekarang elo stop buat bawel! Tapi bentar deh, sejak kapan lo manggil pak Fian dengan sebutan pak Ares?” tanya dia menyelidik.
            “yah, sejak pertama kali dia memperkenalkan diri di kelas kita lah. Kapan lagi.” Jawab gue enteng.
            “ngapain lo PD banget manggil pak Fian kaya gitu?” kali ini dia agak nggak terima.
            “eh, santai dong. Suka-suka gue lah.” Jawab gue makin senyum-senyum aja.
            “emang lo nggak punya malu? Gue jadi ngebayangin deh ekspresinya pak Fian waktu lo panggil dia dengan sebutan pak Ares.” Kata dia berlagak mikir.
            “yaelah, nggak usah dibayangin. Apalagi elo. Mikir kesitu aja gue belum pernah.”
            “maksud elo?” tanya dia sambil agak mencondongkan badannya lebih deket ke gue.
            “jadi gini loh ya, panggilan itu cuma buat konsumsi pribadi gue aja dian. Nggak buat orang lain. Boro-boro manggil pak Fian dengan sebutan pak Ares. Di liatin dia aja gue salah tingkah.” Jelas gue jujur.
            “ooh gitu. Gue kira lo punya nyali gede buat itu. Tapi elo sih lebay. Gitu aja salting segala. Haduuh. Tapi, buat apa sih lo pake manggil dia dengan pak Ares? Kurang kerjaan banget.” Tanggap dia nggak berhenti nyerocos.
            “ih biarin lah. Yaah, biar beda aja sih. Masalah?”
            “ya enggak sih.” Kata dia yang pada akhirnya sedikit merendahkan intonasi suaranya.
            “yaudah ah, kepo banget sih lo. Daah, gue mau ke kantin dulu ya.” Kata gue sambil berlalu.
~Ameliora~
            “eh fit, habis ini lo mau langsung pulang nggak?” tanya dianta yang sejak dari tadi emang laper dan merengek pulang.
            “aduh, kayaknya gue masih harus stay di tempat biasa dulu deh.” Jawab gue cemberut.
            “dimana? Ding-dongan lagi?” tanya dian dengan wajah lesu.
            “yah, gimana lagi ian. Lagian gue pengen cari tugas juga. Biar sekalian capeknya. Kebetulan juga ada satu komputer yang kosong tuh.” Kata gue sambil nunjuk ke arah dimana memang ada satu komputer lengkap dengan bangkunya yang kosong.
            “yaudah deh kalau gitu gue pulang dulu yaa. Laper banget nih.” pamit dia sambil memegang perut rampingnya.
            “iya-iya.” Jawab gue singkat.
            “lo nggak ngucapin ati-ati ke gue fit?” protes dia setelah beberapa langkah menjauh dari gue.
“nggak ada yang bakalan nyulik elo. Nggak laku lo di pasaran. Hahaha”kata gue seenaknya.
            “yaudah deh. Daaah.” Dia lari keluar gerbang sekolah.
Belum selesai mata gue ngeliatin dianta dari jauh buat mastiin dia keluar gerbang sekolah dengan tanpa di culik, gue langsung berpaling ke satu set komputer yang ada di hadapan gue dan langsung gue pencet tombol powernya. Kebetulan di sekolah gue disediain beberapa komputer di sebelah mading yang diperuntukkan buat para siswanya lengkap dengan hotspot area yang memadai. Jadi setiap saat gue ada tugas, gue bisa nangkring sepuasnya di salah satu komputer sekolah. Apalagi komputer-komputer itu di pasang secara outdoor.
Namun meskipun begitu, gue nggak bisa setiap hari mampir. Karena baru ada 15 komputer yang bisa diaakses bebas seperti itu. Dengan warga sekolah yang lebih dari 1000 siswa, gimana nggak jadi rebutan. Soalnya, siswa yang punya fasilitas pribadi seperti netbook, notebook, ataupun tablet masih menjadi minoritas di sekolah gue. Al hasil, siapa yang keluar tercepat dari kelas masing-masing, dialah pemenang sayembaranya dan berhak bersosial media ria.
~Ameliora~
Haduuh, kalau begini setiap hari sih gue mau. Bisa jadi motivasi secara nggak langsung.” Batin gue dalam hati. Seneng banget nih, selain hari selasa gue bisa ngelihat coolnya pak Ares, gue punya jadwal lain sekarang. Yap! Hari jumat.  Gue bisa dengan sesuka hati mantengin dia selama kurang lebih 2 jam sesuai dengan lamanya ekskul berlangsung. Dan tadi itu ekskul perdana kami. Wuhu!
Walaupun gue pada basicnya nggak suka sama hal yang berbau kreativitas gitu, tapi buat sekedar ketemu pak Ares ya apa sih yang nggak gue lakuin ;-). Hitung-hitung schedule mingguan gue buat ketemu dia bertambah.haha.
Sesaat setelah gue pencet tombol power di tengah-tengah CPU, komputer gue nyala. Tanpa gue refresh, langsung aja gue klik shortcut Mozilla Firefox. Gue udah nggak sabaran buat nyari tugas IPS yang harus di kumpulin besok pagi. Sialnya, si santi yang udah gue hubungi via sms maupun telepon nggak merespond. dari pada gue kena marah di depan temen sekelas gue, dengan sangat terpaksa gue ngerjain tugas itu sendiri. Mana gue laper pula. Lebih sialnya lagi, semua kantin di sini udah pada tutup. Dan gue cukup tersiksa dengan musik perut gue yang sedari tadi berngiang merdu. Uhhh.
~Ameliora~
Pagi ini, gue lagi sibuk dan setengah panik karena gue baru ngerjain tugas kimia yang sebentar lagi harus diserahkan.Gue benar-benar lupa kalau harus ngerjain tugas itu seminggu lalu yang rencananya bakalan di koreksi jam pelajaran pertama nanti. Sekarang jam 07.00 tepat dan bel pelajaran di mulai jam 07.15. good! Gue cuma punya waktu 15 menit buat ngerjain 20 soal lengkap dengan caranya. Berarti, 1 soal nggak boleh gue kerjain lebih dari 1 menit. Ini tu sama aja maksa jantung gue buat bekerja lebih dari biasanya. Sampai-sampai gue ngerasaain deguban itu. Dan gue lebih milih ngerasain di tembak cowok berkali-kali dari pada harus ngulangin kejadian kaya begini. Huuft.
Dengan langkah tergesa, santi menghampiri gue yang saat itu benar-benar nggak bisa di ganggu.  “aduh fit, sorry ya gue kemarin nggak punya pulsa. Mau beli pulsa gue lagi nggak di rumah soalnya. Terus gimana, tugasnya udah di kerjain apa belum? Udah selesai kan?”. Santi nyerocos tanpa mempedulikan ekspresi wajah gue yang udah kaya nasi basi. Asem banget.
“diem!” gue menggebrak meja tanpa ragu dan ngebentak dia yang jelas udah ngebuyarin konsentrasi gue buat ngerjain kimia. “lo nggak lihat gue lagi ngerjain tugas?”
“iya, gue lihat. Tapi tugasnya...”
Belum selesai ngomong, gue langsung aja potong dengan “udah gue kerjain.”
“makasiiih,banget. lah emang ada tugas apa fit?” kata dia ikut panik.
“kimia.” Gue jawab seadanya karena gue masih harus tetep fokus sama tugas gue itu.
“tugas apaan sih?” lagi-lagi dengan innocentnya dia tanya ke gue kayak bayi yang baru 2 jam lahir dari  perut bundanya.
“gue udah bilang kimia! Lo bisa denger nggak sih? Please, diem. Lo nggak usah ngeganggu gue yang lagi konsentrasi.” Dua kali gue bentak dia. Tapi tetep aja itu nggak ngefek apa-apa buat santi. Udah kebiasaan di bentak kali ya. -_-a
“aduh! Gue juga belum ngerjain nih. gimana dong?” sip! Gue udah menduga kalau dia bakal jawab kayak gitu. Tadinya sih baru 99% gue yakin. Dan sekarang udah genap 100% yang tentu saja penuh dengan sendirinya setelah gue denger dia ngomong langsung.
“ya terserah elo.” Jawab gue nggak peduli.
“yaaah. fit gue boleh nyontek punya lo ya?? Ya boleh ya? Lo baik deh.” Dengan mengedip-ngedipkan matanya keganjenan dia ngerayu gue pakai kata-kata andalan : lo-baik-deh-nya itu. Sialnya dia nggak bosen buat terus ngucapin itu.
“whatever it is.” Kata gue pasrah. Gue sih sebenernya nggak rela dia nyontek begitu aja. Tapi gimana lagi? Gue nggak mau memperpanjang obrolan dengannya yang nggak penting itu. Dasar santi. Nggak pernah ada usahanya.
“sip! Makasih ya fifit cantiiiik. Mumumumu.” Dengan mulut dia yang di monyongin seakan nafsu buat mencium gue, sekali lagi dia ngerayu gue dengan ngatain gue cantik biar mau nyontekin dia. Padahal kan gue udah bilang dari tadi ya? Haduuuh.
Sekarang tinggal 2 soal lagi yang harus gue sikat. Dan tanpa butuh waktu yang lama, akhirnya 20 soal itu gue babat habis. Selesai tepat bel masuk berbunyi. Yeah!
“wuhuuu! Gue selesaaaai.” Gue berteriak buat ngeluarin semua beban yang sedari tadi numpuk di dada gue. Uuhhhh, legaaa.
~Ameliora~
Bel tanda pelajaran selesai berbunyi.
Gue yang udah setengah jam lalu berharap bel berbunyi akhirnya terwujud juga. Setelah guru bahasa Indonesia mengucap salam, tanpa tengak-tengok gue langsung lari ke tempat nongkrong favorit gue buat ding-dongan. Dengan fokus mata gue mengincar pada salah satu komputer yang belum ada penggunanya. Dengan segenap tenaga gue bener-bener lari biar nggak keburu di serobot siswa yang lain.
“aaaww!” belum sempet duduk, gue udah jatuh duluan waktu naik tangga. Dan begonya gue malah teriak yang membuat hampir seluruh murid yang lagi nongkrong di situ menoleh ke arah gue. Njiirr.
 Setelah gue nyembunyiin sakit di lutut gue dan jalan dengan langkah biasa, yapp!! gue langsung menduduki bangku kosong di depan komputer yang gue incer dari kelas tadi.
Setelah komputer nyala, langsung aja gue nyari lagunya David Guetta yang Titanium. Nafsu banget gue nyari lagu itu yang sebenarnya udah beberapa hari yang lalu gue cari-cari tapi nggak pernah dapet. Sial. Emang salah gue sih. Soalnya dari pertama gue nyari, gue selalu search dengan david guitta bukan david guetta. Haha. Jelas aja nggak ketemu kan? #:-|
“fifiiiiit!” seraya lari, santi teriak manggil gue. Karena gue nggak lola, tentu saja gue langsung noleh ke arahnya. Buat apa sih dia teriak-teriak? Gue rasa nggak ada yang salah tuh sama diri gue sendiri. -_-a
“fit, lo kok diem aja sih udah gue panggil dari tadi?” tanya dia nyengir dengan badan membungkuk karena kecapekan lari.
“terus? Gue harus teriak-teriak kayak lo gitu? Ogah gue.” Ngapain juga kan harus teriak. Malu lah gue. Santinya aja yang nggak punya malau dilihatin orang banyak. Ish-iiish.
“ya minimal lo ngerespond gue lah.” Kata dia dengan muka dilipat.
“iya iya, sorry. Lagian lo ngapain sih kaya gitu nggak punya malu?” tanya gue.
“aduh fiiit, coba lo buka fbnya dia.” Kata santi sambil meremas tangan gue. Sakit..
“dia siapa?” tanya gue yang nggak ngerti apa-apa.
“halah, lola lo. Pak Fiaaaan.” Jawab dia sambil ngos-ngosan gara-gara lari tadi.
“ngapain?” respond gue santai.
“cepet pokoknya lo buka dulu.” Kata dia kelihatan nggak sabar.
“nggak mau. Lo harus ngasih tau gue dulu kenapa.” Paksa gue balik.
“aduh, sakit gue liat foto profilnya. Ngejleb banget tau nggak rasanya di dada gue. Gilak.” Kata dia dengan emosi menggebu.
“oke, bentar gue buka.” Gue yang kebetulan udah facebookan dari tadi langsung search facebooknya pak Ares karena gue juga penasaran.
Seminggu yang lalu, santi udah geger gara-gara ngelihat foto profilnya pak Ares. Kenapa? Pak Ares dengan narsisnya foto berdua dengan kekasihnya—dugaan sementara gue dengan santi—yang dengan alaynya pula diedit dan mencantumkan identitas gedhe mereka pakai teks yang fontnya berwarna merah dan tertulis disana : Fian dan Ninik. Oh God! Gue shock berat waktu ngelihat foto itu. Bisa lo bayangin, mereka berdua foto dengan background pantai dan tangan pak Ares ngerangkul cewek itu. Arrrgghh. Gila parah. Langsung aja gue log out fb gue saat itu juga. Ngeri gue lihat PP itu.
“nah, lo udah bisa ngerasain kan ngejlebnya hati gue? Sakiit fiiiit, sakiiit.” Kata santi berekspresi super alay.
“hah? nih foto siapa san? Ah nih parah nih beneran.”mulut gue menganga dan dua kali lebih shock ketimbang pertama kali gue ngelihat PPnya pak ares dengan kekasihnya itu.
“nggak tau juga gue. Nggak bisa di biarin ini  fit. Kalau ini bener, bakalan hilang deh harapan kita selama ini buat ngedapetin pak Fian.” Kata santi terengah-engah sama shocknya dengan gue.
“ah gue nggak tau lagi mau bilang apa san. Gue putus asa.” Kata gue pasrah.
“emang gue enggak? Ah udahlah, tapi gue nggak mau tau lagi. Dan gue mau pergi sama temen-temen gue buat ngelupain ini semua. Cukup sampai di sini aja fit gue berharap.” Santi pun sama putus asanya dengan gue kelihatan dari muka dia yang lesu berat.
“eh, lo mau kemana nih?” tanya gue yang jujur nggak mau di tinggal sendirian karena gue masih shock.
“gue mau main. Udah ah, bye.” Kata dia pamit.
“ yaaah yaelah san. Temenin gue dong.” Gue merengak ke dia.
“ah nggak mau. Gue nggak mau terpuruk sama ini semua. Daaah.” Ia pun melambaikan tangan sambil berlari ke arah temen-temennya itu.
“eh eeeh..” belum sempat gue merengek kedua kalinya, santi udah meluncur pergi bareng sama mereka yang sebenernya temen satu kelas. Dan nice! Gue sendiri. L
Parahnya lagi gue ngerasain ini sendiri, duduk dengan nafas gue yang terburu-buru. Foto bayi dengan bedak putih yang belepotan di mukanya itu cukup membuat mata gue terbelalak dan membuat gue terpaksa sadar kalau gue emang harus stop sampai disini. Gue harus menerima kenyataan bahwa gue sudah nggak punya kesempatan buat itu. Ini semua bukan hanya sebuah kemungkinan yang belum pasti saja. Ini adalah takdir yang harus gue terima. Yang harus gue dan semua fansnya terima.
Dia.. dia bukan hanya sekedar kekasih yang masih bisa dibuang sebagai mantan. Tetapi ia adalah gadis beruntung yang mendapatkan laki-laki seperti pak Ares. Dugaan gue selama ini salah. Mereka berdua sudah terikat dalam janji suci. Dan lengkap sudah kebahagiaan mereka atas hadirnya manusia mungil di tengah-tengah mereka. Nggak ada satupun yang bisa merusak kehangatan mereka termasuk gue.
Ketika gue bersikeras beranggapan bahwa gue masih bisa berharap ketika Tuhan masih ada, kali ini anggapan gue itu di patahkan oleh sebuah fakta yang tak terbantahkan. Dulu gue nggak rela kalau ada orang yang memilikinya selain gue. Karena gue berharap dia yang bakal memiliki gue. Tapi ketika seseorang itu sudah bahagia dengan wanita pilihannya, maka saat itu pulalah dengan ikhlasnya gue berdoa buat kebahagiaan mereka. Gue udah nggak punya alasan lagi buat berusaha memilikinya. Sekarang gue cukup sadar, bahwa pria dewasa yang gue kira chinese itu cuma menjadi figure cowok yang gue kagumi. Nggak lebih dari itu.
~Ameliora~
17-03-2013